Sebagai konsekuensi dari fase
perkembangan, anak usia Sekolah Dasar memiliki karakteristik khusus dalam
berperilaku yang direalisasikan dalam bentuk tindakan-tindakan tertentu. Ada
beberapa perilaku yang sering timbul pada anak sebagai berikut:Pembangkangan Bentuk tingkah
laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan
disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan
kehendak anak. Agresi Yaitu perilaku
menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi
merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi (rasa kecewa karena tidak
terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan
menyerang seperti ; mencubit, menggigit, menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi,
mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan
anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan
semakin meningkat. Berselisih/bertengkar
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap
atau perilaku anak lain, sepert diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau
direbut mainannya. Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda
merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata
ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya. Persaingan
yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain.
Sikap persaingan mulai terlihat pada usia 4 tahun, yaitu persaingan untuk
prestice (merasa ingin menjadi lebih
dari orang lain) dan pada usia 6 tahun, semangat bersaing ini berkembang dengan
baik.Kerja sama Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Anak yang
berusia dua atau tiga tahun belum berkembang sikap bekerja samanya, mereka
masih kuat sikap “self-centered”-nya. Mulai usia tiga tahun akhir atau empat
tahun, anak sudah mulai menampakan sikap kerja samanya. Pada usia enam atau
tujuh tahun sikap ini berkembang dengan baik.Tingkah laku berkuasa Yaitu
tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap
“business”. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam
dan sebagainya.Mementingkan diri sendiri Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi
interest atau keinginannya. Anak ingin selalu dipenuhi keinginannya dan apabila
ditolak, maka dia protes dengan menangis, menjerit atau marah-marah. Simpati Yaitu
sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang
lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.Faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Sosial Anak, perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu: Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh
terhadap beberapa aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya.
Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif
bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan
keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku
kehidupan budaya anak.
Proses pendidikan yang bertujuan
mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola
pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang
lebih luas ditetapkan danm diarahkan oleh keluarga. Kematangan Bersosialisasi
memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk manpu mempertimbangkan dalam
proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan
intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula
menentukan.
Dengan demikian, untuk mampu
bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang
fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.Status Sosial Ekonomi Kehidupan
sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga
dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak
yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam
keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan
sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku
di dalam keluarganya.
Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya
akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh
keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa
“menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud
“menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam
pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu
anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk
kelompok elit dengan normanya sendiri. Pendidikan merupakan proses sosialisasi
anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang
normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan
kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus
diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga,
masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja
diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan
(sekolah).
Peserta didik bukan saja dikenalkan
kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan
bangsa (nasional) dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan membentuk
perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.Kapasitas Mental, Emosi, dan
Intelegensi Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti
kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan
intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu
kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian
emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan
sosial anak.Sikap saling pengertian dan
kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan
hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual
tinggi.Pada kasus tertentu seorang jenius atau superior sukar untuk bergaul
dengan kelompok sebaya, karena pemahaman mereka telah setingkat dengan kelompok
umur yang lebih tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih tinggi (dewasa) tepat
“menganggap” dan “memperlakukan” mereka sebagai anak-anak.Selain kelima faktor
yang telah disebutkan ada pula faktor lingkungan luar keluarga. Pengalaman
sosial awal diluar rumah melengkapi pengalaman didalam rumah dan merupakan
penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola perilaku anak. faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan sosial anak, yaitu faktor pengalaman awal yang
diterima anak. Pengalaman social awal sangat menentukan perilaku kepribadian
selanjutnya.Sekolah juga mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi
perkembangan sikap sosial anak, karena selama masa pertengahan dan akhir
anak-anak, Anak-anak menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai
anggota suatu masyarakat kecil yang harus mengerjakan sejumlah tugas dan
mengikuti sejumlah aturan yang menegaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan
sikap mereka Di sekolah, guru membimbing perkembangan kemampuan sikap, dan
hubungan sosial yang wajar pada peserta didiknya. Hubungan sosial yang sehat
dalam sekolah dan kelas seyogyanya diprogram, dikreasikan, dan dipelihara
bersama-sama dalam belajar, bermain dan berkompetisi sehat. Sekolah
mengupayakan layanan bimbingan kepada peserta didik. Bimbingan selain untuk
belajar adalah untuk penyesuaian diri ke dalam lingkungan atau juga penyerasian
terhadap lingkungannya. Kepada siswa diajarkan tentang disiplin dan aturan
melalui keteraturan atau conformity yang disiratkan dalam tiap
pelajaran.Pengaruh Perkembangan Sosial Terhadap Tingkah Laku Dalam perkembangan
sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu
terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik
dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan
diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau merahasiakannya.Pikiran anak sering
dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis
terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan
abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan
peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam pikirannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar